online stats

ADS

Label

Download ..........

Download File :

Minggu, September 27, 2009

Dikubur 26 Tahun Jasad KH. Abdullah Masih Utuh




Saya pernah mendengar bahwa Jasad Rasulullah saw walaupun dikubur tapi jasadnya tetap utuh dan tidak hancur, agaknya kejadian berikut ini menjelaskan tentang informasi tersebut sekaligus membuktikan bahwa informasi tersebut benar adanya. Ini juga membuktikan kekuasaan Allah SWT dan kebenaran ajaran Islam. Semoga artikel(kejadian) ini menambah keimanan kita kepada Allah SWT,Amiiin
Tiga bak berisi air dan potongan kayu ukuran 70 cm x 30 cm telah disiapkan anak-anak almarhum KH. Abdullah. Saat itu, Minggu 2 Agustus 2009, makam Kiai Abdullah akan dipindahkan lantaran di lokasi itu terkena proyek pelebaran Jalan Benda, Batu Ceper,Tangerang, yang mengarah ke Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Air yang ada di dalam bak itu rencananya akan digunakan untuk mencuci tulang belulang sebelum dipindahkan ke lokasi pemakaman yang baru. Sementara potongan kayu sengon sebanyak 9 potong diperuntukkan sebagai dinding pembatas jenazah di dalam liang lahat. "Saya sudah beberapa kali melihat proses pemindahan kuburan di Karet Bivak, Jakarta Pusat. Persiapannya memang seperti itu," kata Achmad Fathi, anak ketiga Kiai Abdullah. Namun semua perlengkapan itu akhirnya tidak terpakai. Soalnya, ketika makam yang berusia 26 tahun digali, pemandangan aneh terjadi. Jasad Kiai Abdullah ternyata masih utuh. Begitu juga dengan kain kafan dan kayu penutup jenazah. Tidak ada tanda-tanda bekas gigitan rayap atau binatang tanah di kafan maupun di kayu kamper tersebut. Sementara Mukhtar Ali, anak sulung Kiai Abdullah, yang mengangkat jenazah ayahnya dari liang lahat mengaku sempat kaget. Soalnya kondisi jenazah hampir sama seperti saat dikuburkan, 22 Oktober 1983 silam. "Kondisi jenazah persis sama seperti saat dikubur dulu. Hanya tubuhnya agak menyusut saja, dan rambutnya memutih" jelas Mukhtar. Mukhtar dan keluarganya semakin kaget, jenazah juga beraroma harum yang menyerbak. Wanginya, kata Mukhtar, tidak seperti parfum-parfum yang ada di toko-toko minyak wangi. Teriakan takbir pun langsung terdengar dari orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut. Yang juga dirasa aneh oleh keluarga, ribuan warga tiba-tiba berdatangan mengikuti prosesi pemindahan jenazah. Padahal keluarga tidak memberi pemberitahuan kepada warga maupun murid-murid Kiai Abdullah. Mereka tiba-tiba saja datang. "Awalnya pemindahan jenazah itu hanya dilakukan keluarga. Paling hanya 20 orang. Tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba saat jenazah digali orang-orang sudah banyak berkumpul," ujar Mukhtar. Saking banyaknya orang yang datang, imbuh Mukhtar, mobil dan motor pelayat yang terparkir di sisi jalan Benda, panjangnya mencapai 5 kilometer sehingga membuat kemacetan yang luar biasa di jalan tersebut. Beberapa warga yang ditemui detikcom menuturkan, sebelum proses pemindahan jenazah, sebenarnya tanda-tanda keanehan sudah muncul terkait rencana pemindahan makam tersebut. Sebab saat alat berat ingin menghancurkan musala dan bangunan makam, tidak bisa berfungsi. Beberapa kali alat pengeruk dari mobil beko patah ujung kukunya. Karena kejadian itu, pihak kontraktor pelebaran jalan menunda pembongkaran yang rencananya akan dilakukan pada Januari 2009 itu. Pembongkaran baru bisa dilanjutkan awal Agustus setelah ada kesepakatan dengan keluarga. Salah satunya soal cara pembongkaran musala dan makam itu, yakni dengan hanya menggunakan palu dan linggis. Bukan pakai alat berat. Keluarga Kiai Abdullah sebenarnya menyayangkan kalau musala itu dibongkar. Sebab musala yang telah ada sejak puluhan tahun lalu itu sangat dibutuhkan warga setempat untuk beribadah. Musala yang berdiri di atas tanah wakaf itu sejak dibangun Kiai Abdullah tahun 1950-an sudah mengalami beberapa pemugaran dan pelebaran. Hingga menjadi semakin luas dan bangunannya menjadi permanen. Namun pada 2007, Pemkot Tangerang ternyata punya rencana melakukan pelebaran jalan Benda, Juru Mudi, Batu Ceper, yang berada di sepanjang Sungai Cianjane. Musala dan makam itu kebetulan berada di lokasi yang akan dijadikan akses jalan sehingga terpaksa harus digusur. Tanah yang akan digusur dihargai Rp 500 ribu per meter. Harga itu belum termasuk bangunan yang akan dibongkar. Tapi keluarga Kiai Abdullah menolak pemberian uang pengganti. Pasalnya , tanah tempat musala dan makam itu merupakan tanah wakaf yang tidak boleh diperjualbelikan. Pihak keluarga hanya meminta Pemkot membangun kembali musala di sekitar wilayah Juru Mudi, supaya warga setempat mudah kalau ingin beribadah. "Sepeser pun kami tidak menerima uang penggantian. Biaya pemindahan jenazah saja kami tanggung sendiri, sekalipun Pemkot sudah menawarkan" jelas Mukhtar, anak sulung Kiai Abdullah. Kini jenazah Kiai Abdullah dimakamkan di depan pekarangan rumah Achmad Fathi, yang berjarak hanya 15 meter dari lokasi pemakaman sebelumnya. Di areal pemakaman baru itu terdapat tiga makam, yakni makam KH Abudullah bin Mukmin, makam istri keduanya Maswani, serta makam putra keduanya yang bernama M Syurur. Rencananya, areal makam itu akan diperluas lantaran setiap hari banyak orang yang datang untuk berziarah, terutama setelah tersiar kabar jasad Kiai Abdullah masih utuh meski dikubur selama 26 tahun. Bahkan untuk memudahkan para peziarah, keluarga bermaksud membangun musala di samping areal makam.(Ainul Wafa Elhasya / detik)


sumber :: http://www.warnaislam.com



Baca Sampe Abiiiz....

Jumat, September 25, 2009

Bersiap-Siaga Mengantisipasi Munculnya Imam Mahdi

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Baca Sampe Abiiiz....

Rabu, September 23, 2009

Perjalanan Ruhaniah Gene Netto

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarahkatu.

Hampir setiap kali berkenalan dengan orang baru dan berbincang mengenai Islam, perbincangan itu menjadi terhenti hanya untuk menjawab sejumlah pertanyaan seputar latar belakang saya. Setiap orang ingin mengetahui hal yang sama: bagaimana saya bisa masuk Islam? Saya telah tinggal di Indonesia sejak tahun 1995 dan karenanya sebagian besar perbincangan dilakukan dalam bahasa Indonesia, dan kadang dalam Bahasa Inggris. Lalu, saya juga harus menjawab sederet pertanyaan lain tentang bagaimana saya belajar bahasa Indonesia dan bisa tinggal di Indonesia. Melalui bab ini, saya ingin menjawab sejumlah pertanyaan itu sehingga saya dapat beranjak lebih jauh menuju pembahasan mengenai agama Kristen dan Islam. Saya ingin menjelaskan mengapa saya menganggap agama Kristen tidak dapat diterima dari sudut pandang logika dan mengapa Islam merupakan sebuah agama logis yang tidak dapat disangkal kebenarannya.

Saya lahir di kota Nelson, sebuah kota kecil di Pulau Selatan Selandia Baru (New Zealand), pada tanggal 28 April, 1970. Bapak saya bernama Carl dan ibu saya Bev. Mereka bertemu di Nelson, yang jaraknya cukup dekat dengan tempat lahir ibu saya, tapi cukup jauh dari tempat lahir bapak saya di Birma (sekarang Myanmar ). Kakek saya meninggalkan Birma beberapa tahun setelah Perang Dunia II berakhir. Setelah tinggal di Australia untuk beberapa bulan, akhirnya kakek menetap di Selandia Baru. Orang tua saya mempunyai tiga orang anak: Bene, Gene, dan Jacinta. Kakak dan adik saya bermata biru, tapi mata saya campuran antara coklat dan hijau. Jadi nampaknya saya sudah “berbeda” sejak saat dilahirkan.

Pada waktu kecil, saya merasa kurang betah tinggal di Selandia Baru. Keluarga saya beragama Katolik, Ibu saya berkulit putih dan seharusnya itu membuat semuanya baik-baik saja, tetapi saya selalu teringat pada orang-orang yang seringkali bertanya tentang asal saya atau asal orang tua saya. Saudara-saudara saya dapat bergaul dengan mudah karena mereka bermata biru. Dengan mata dan rambut yang lebih gelap, saya terlihat berbeda dengan mereka. Saya selalu merasa bahwa saya bukan benar-benar orang kulit putih, tetapi juga bukan orang Asia. Jadi saya ini orang mana? Hal ini terus mengganggu pikiran saya dari waktu ke waktu. Saat itu, saya sudah mulai berpikir banyak tentang dunia, bangsa, budaya dan agama yang berbeda-beda. Ini semua mungkin lebih karena saya merasa tidak menjadi bagiannya.

Seiring dengan bertambahnya usia, saya mulai banyak berfikir tentang topik-topik yang lebih serius: piramida, dinosaurus, peradaban yang berbeda, dunia, agama, bintang-bintang di angkasa, dan juga alam semesta. Saya teringat saat memandang bintang-bintang dalam kesunyian malam dan memikirkan darimana mereka berasal. Saat itu saya berumur sekitar 9 atau 10 tahun dan sudah mulai ingin mengetahui segala sesuatu. Pada saat itu film “Jurassic Park” belum dibuat, dan seingat saya, diantara teman-teman sekelas hanya saya lah yang tertarik pada dinosaurus. Saya tidak mengerti mengapa teman-teman saya yang lain tidak tertarik dengan binatang raksasa itu, padahal dinosaurus itu asyik! Saya ingin tahu darimana mereka berasal dan mengapa mereka menghilang. Pada dasarnya, saya adalah seorang anak kecil yang selalu penasaran terhadap segala sesuatu.

Seperti anak kecil lainnya, saya juga diajarkan agama. Saya ingat waktu pergi ke Sekolah Minggu yang hanya sebentar saja. Saya harus menghafal seluruh cerita standar Al Kitab, tentang Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Nuh as, dan Nabi Isa as (atau Yesus). Saya selalu bingung bagaimana mungkin Nabi Nuh as bisa memasukkan begitu banyak binatang ke dalam sebuah kapal. Bagaimana dia bisa mendapatkan jerapah dari Afrika? Lalu di mana ular yang berbisa ditempatkan? Ada banyak hal yang membuat saya bingung. Namun begitu, kisah Nabi Nuh as merupakan masalah yang sangat kecil dibandingkan dengan hal lainnya yang ingin saya ketahui.

Setiap kali bertanya tentang agama, saya merasa tidak begitu puas dengan jawaban yang didapatkan. Tetapi saya tidak selalu memaksa untuk mendapatkan jawaban yang lebih lengkap. Saya sudah cukup dewasa untuk mengerti ketika seorang dewasa mengalami kesulitan menjawab pertanyaan yang membuat dia menjadi malu. Jadi, saya sering merasa bingung tetapi juga tidak terlalu ingin membicarakannya. Saya ingin paham, tetapi hal itu tidaklah begitu mudah.

Saya belajar tentang konsep Trinitas, dimana Tuhan itu adalah Yesus dan juga Roh Kudus. Tiga-tiganya terpisah, tetapi tiga-tiganya adalah satu. Tiga tapi satu. Ketiganya adalah Tuhan, tapi hanya ada satu Tuhan. Tuhan menjadi seorang manusia yang bernama Yesus, dan manusia ini adalah anak Tuhan. Manusia itu wafat, tetapi Tuhan tidak bisa wafat. Tetapi manusia itu adalah Tuhan. Dia wafat. Tapi Tuhan tidak bisa wafat. Tetapi manusia itu adalah Tuhan. Berarti manusia itu wafat walaupun dia tidak bisa wafat. Dia hidup kekal, dan sekaligus tidak hidup kekal pada saat yang sama. Tidakkah ini membingungkan?

Saya juga bingung dengan peran pastor yang dengan mudahnya mengampuni dosa setiap orang tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan Tuhan. Bagaimana kalau pastor itu salah dan dosa saya belum diampuni? Apakah saya bisa mendapatkan bukti tertulis dari Tuhan yang menyatakan bahwa saya sudah terbebas dari dosa? Bagaimana kalau saya bertemu dengan Tuhan di Hari Akhir dan Dia menyatakan bahwa dosa saya belum diampuni? Kalau saya protes dan menunjuk pada pastor yang meyakinkan bahwa saya tidak punya dosa lagi, Tuhan cukup bertanya “Siapa yang menyuruh kamu percaya pada perkataan dia?” Siapa yang sanggup menyelamatkan saya kalau pastor itu keliru dan dosa saya tetap ada dan malah dihitung secara terperinci oleh Tuhan? Tidak seperti Nabi-Nabi Tuhan, para pastor tidak diangkat langsung oleh Tuhan. Mereka hanyalah sekelompok manusia yang bisa berbuat salah, yang bercerita tentang banyak hal dan kemudian seringkali melarang kita untuk mempertanyakan peran mereka atau peran Gereja.

Saya mulai berfikir bagaimana caranya mendapatkan sebuah jawaban yang gamblang atas semua pertanyaan mengenai agama yang mengganggu pikiran saya. Akhirnya, saya menemukan cara untuk mendapatkan sebagian jawaban atas pertanyaan itu: saya harus bicara empat mata dengan Tuhan! Hanya Tuhan yang bisa menjawab semua pertanyaan saya.

Pada suatu hari, saya menunggu sampai larut malam disaat semua orang sudah terlelap. Saya duduk di atas tempat tidur dan mulai berdoa kepada Tuhan. Saya meminta Tuhan untuk datang dan menampakkan Diri agar saya bisa melihat-Nya dengan mata kepala sendiri. Saya menyatakan bahwa saya siap percaya dan beriman kepada Tuhan kalau saya bisa melihat-Nya sekali saja dan mendapatkan jawaban yang benar dari semua pertanyaan saya. Kata orang, Tuhan bisa melakukan apa saja! Kalau benar, berarti Tuhan juga bisa muncul di kamar saya pada saat diminta. Saya terus berdoa dengan sungguh-sungguh dan menatap jendela kamar, menanti untuk melihat “cahaya” atau tanda “Ketuhanan” lainnya.

Saya menunggu lama sekali. 10 menit, 20 menit, di manakah Tuhan? Kata orang, Tuhan itu Maha Mendengar, berarti Dia pasti dapat mendengarkan doa-doa saya. Saya menunggu lagi, menatap jendela tiada henti. Menunggu dan terus menunggu lagi. Kenapa Tuhan belum juga datang? Barangkali Dia sibuk? Terjebak macet? Saya terus menatap jendela tanpa henti. Saya menunggu sekian lama dan benar-benar memberi kesempatan kepada Tuhan untuk muncul. Tetapi kelihatannya Tuhan terlalu sibuk pada malam itu karena Dia tidak pernah hadir.

Hal itu membuat saya bingung. Saya sudah berjanji akan percaya kepada-Nya, dan yang perlu Dia lakukan hanya datang ke ruangan saya dan membuktikan kepada saya bahwa Dia benar-benar ada. Bukankah itu cukup adil? Hari berikutnya, saya berdoa lagi memohon agar Dia hadir. Mungkin kemarin Dia benar-benar sibuk. Saya tidak boleh menyerah begitu saja. Namun, hasilnya pun tetap sama: Tuhan tidak datang.

Pada saat itu, terperangkap dalam kebingungan, saya memutuskan hanya ada satu cara tersisa: Saya harus menyatakan diri “ateis” dan tidak percaya pada Tuhan manapun. Keputusan ini pasti akan membuat Tuhan menjadi kesal saat mengetahuinya. Saya memberitahu Tuhan (dalam hati) bahwa Tuhan itu tidak ada dan semua orang yang percaya kepada-Nya adalah orang bodoh yang hanya membuang waktunya dengan sia-sia. Di dalam hati, saya berbicara kepada Tuhan dengan suara yang keras supaya Dia bisa mendengar dengan jelas pernyataan saya. Saya ingin memastikan Tuhan tahu bahwa saya tidak lagi percaya kepada-Nya.

Pada hari-hari berikutnya, saya menunggu sebuah balasan. Saya memberi waktu kepada Tuhan untuk datang dan meminta maaf karena tidak sempat datang dan menampakkan diri di hari sebelumnya. Saya sudah membuat sebuah pernyataan yang jelas. Tuhan semestinya mendengar pernyataan saya itu dan memberi tanggapan. Saya tidak akan melakukan hal lain sampai Tuhan meminta maaf atau memberikan penjelasan. Hari demi hari, minggu demi minggu bahkan bulan demi bulan berlalu tanpa ada tanggapan dari Tuhan, dan akhirnya saya mencapai kesimpulan bahwa Tuhan itu memang tidak ada. Saya sudah membuktikannya “secara ilmiah”. Kalau Tuhan itu benar ada, Dia pasti akan mendengar doa saya dan menampakkan diri di kamar saya saat diminta. Kenyataan bahwa Tuhan tidak menampakkan diri telah membuktikan bahwa Tuhan memang tidak ada! Bukti ini benar adanya. Bukti ini logis. Bukti ini ilmiah. Saya telah membuktikannya. Saat itu, saya berumur 10 tahun.

Saya terus melanjutkan sekolah dan menyembunyikan kenyataan bahwa saya tidak percaya kepada Tuhan. Kalau ada yang menanyakan agama saya maka saya cukup menjawab “Katolik” supaya tidak perlu menjelaskan bahwa saya ateis. Selama masa SD, SMP, dan SMA saya belajar terus tentang masalah dunia tetapi sudah malas mempelajari agama secara serius (kecuali untuk mencari kekurangannya) karena saya menganggap agama itu hanya membuang waktu saja tanpa membawa hasil. Setelah lulus SMA, orang tua saya memutuskan untuk pindah ke Brisbane, Australia. Saya ditanya apakah mau ikut mereka atau tetap tinggal di Selandia Baru. Saya memutuskan mengikuti mereka untuk sementara waktu dan merasakan kehidupan di Australia.

Pada tahun 1990, di Brisbane Australia, saya tiba-tiba memutuskan untuk masuk jurusan Psikologi di Universitas Queensland. Saya ingin menjadi seorang psikolog anak. Namun saya tidak diterima karena nilai masuk saya kurang tinggi. Sulit sekali untuk masuk di jurusan itu. Sebagai pilihan kedua, saya ditawari untuk masuk di Fakultas Kajian Asia di Universitas Griffith, Brisbane. Saya diberitahu jika menerima tawaran itu, saya dapat mengambil Kajian Asia selama 1 tahun, meningkatkan nilai saya, dan mendaftar lagi ke jurusan Psikologi. Rencana ini tampak masuk akal dan karenanya saya menerima tawaran untuk belajar di Fakultas Kajian Internasional Asia (Faculty of Asian International Studies) di Universitas Griffith, dengan niat akan pindah ke Fakultas Psikologi setahun kemudian.

Pada tahun pertama kuliah di Fakultas Kajian Asia, semua mahasiswa wajib mengikuti mata kuliah salah satu bahasa Asia untuk satu tahun. Ada pilihan Bahasa Jepang, Cina, Korea, atau Indonesia. Saya memilih Bahasa Indonesia karena sepertinya paling mudah dari yang lain. Lagipula, saya hanya perlu mengikuti mata kuliah itu selama satu tahun saja. Dalam waktu enam bulan, saya mendapatkan nilai yang sangat baik dan termasuk yang paling tinggi. Saat itu, kami diberitahu bahwa ada 3 beasiswa untuk belajar di Indonesia selama 6 bulan. Saya tidak mengikuti seleksi karena masih berniat pindah ke fakultas Psikologi di akhir tahun. Tiga teman saya kemudian dipilih, tetapi salah satunya tiba-tiba menyatakan ada halangan dan mengundurkan diri. Proses seleksi dibuka lagi, tetapi sekarang hanya untuk satu orang. Ada seorang dosen yang memanggil saya ke kantornya dan bertanya kenapa saya tidak mengikuti seleksi beasiswa itu. Saya jelaskan niat saya untuk pindah fakultas di akhir tahun pertama. Namun begitu, dosen itu menyarankan agar saya tetap melanjutkan kuliah Kajian Asia dan mata kuliah bahasa Indonesia karena menurutnya saya memiliki bakat untuk bahasa.

Setelah berfikir secara mendalam dan sesuai dengan apa yang disarankan, akhirnya saya memutuskan untuk meneruskan kuliah di Fakultas Kajian Asia dan juga mengikuti proses seleksi untuk beasiswa belajar di Indonesia. Setelah proses selesai, saya dinyatakan lulus dan akan diberangkatkan ke Indonesia pada tahun berikutnya (1991). Mulai saat itu, saya menjadi lebih serius belajar karena ada tujuan yang lebih jelas.

Pada suatu hari, Klub Indonesia di kampus mengadakan acara barbeque dan mengundang seluruh mahasiswa Australia yang belajar tentang Indonesia, dan juga seluruh mahasiswa Indonesia yang ada di kampus untuk datang ke acara itu. Pada saat sedang makan, ada orang Indonesia yang datang menghampiri dan duduk di samping saya, kemudian mengajak ngobrol. Dia bertanya apakah saya belajar tentang Indonesia dan saya jawab ya. Kemudian, tiba-tiba saja dia bertanya tentang sesuatu yang tidak pernah saya duga; dia bertanya apakah saya juga belajar tentang agama Islam. Saya menjawab, tentu saja, kami harus mempelajari dasar-dasar semua agama di Asia termasuk agama Islam dalam salah satu mata kuliah kami.

Lalu dia benar-benar membuat saya terkejut dengan bertanya, “Apakah kamu sudah tahu bahwa di dalam Islam hanya Tuhan yang bisa mengampuni dosa? Tidak ada pendeta atau pastor yang bisa mengampuni dosa manusia!” Saya tidak tahu harus berkata apa. Saya masih ingat duduk di bangku kayu dengan sepotong hotdog yang masih berada di dalam mulut. Saya begitu terkesima. Waktu seolah terhenti untuk sesaat. Kemudian saya menyadari bahwa inilah sebuah jawaban yang telah saya cari selama 10 tahun. Di dalam Islam, hanya Tuhan yang berhak mengampuni dosa. Saya mulai berfikir: Apakah mungkin ada suatu agama yang didasarkan pada logika? Adakah Islam mengandung ajaran-ajaran yang dapat dianalisa secara kritis tanpa menimbulkan kebingungan, dan dapat menjawab sejumlah pertanyaan saya selama ini? Apakah mungkin sebuah agama yang pernah saya tolak sebenarnya mengandung kebenaran yang mutlak? Apakah mungkin ada satu agama yang benar di dunia ini?

Sejak saat itu, saya mulai mempelajari dan menganalisa agama Islam secara mendalam. Saya mulai membaca buku dan mencari teman dari Indonesia yang beragama Islam. Secara perlahan, saya mulai memperluas pengetahuan saya tentang Islam dengan bertanya, berfikir, membaca, dan terus mencari jawaban. Saya mempelajari Islam lebih dalam untuk mencari tahu apakah agama ini benar-benar masuk akal atau tidak.

Pada tahun 1991, saya dan dua orang teman kuliah mengikuti program beasiswa untuk kuliah di Indonesia. Saya belajar di Universitas Atma Jaya, sebuah Iniversitas Katolik swasta di pusat kota Jakarta. Selama 6 bulan kuliah di Atma Jaya, sebagian besar teman saya adalah orang Islam. Saya melihat mereka melakukan shalat dan mulai bertanya lebih jauh mengenai agama Islam. Saya ingin tahu apa yang mereka lakukan, mengapa, dan apa yang mereka yakini sebagai orang Islam.

Setelah 6 bulan tinggal di Jakarta dan kembali ke Brisbane, ternyata saya menjadi salah satu mahasiswa yang bahasa Indonesianya paling lancar di kampus. Oleh karena itu, saya seringkali bergaul dengan orang-orang Islam dari Indonesia. Saya tidak aktif mempelajari Islam secara rutin, namun saat itu saya sudah mulai merasa tertarik. Kapanpun kami harus menulis essay, saya selalu mencari topik yang ada hubungannya dengan Islam. Biasanya ada satu topik pilihan tentang Islam dalam daftar yang diberikan. Untuk menulis essay tersebut, saya harus membaca belasan buku dan artikel tentang aspek-aspek Islam di Indonesia. Semakin sering saya baca, semakin mampu saya berpikir secara mendalam tentang Islam.

Meskipun saya dapat melihat banyak aspek positif dalam Islam, diam-diam saya juga mencari titik kelemahannya yang fatal. Saya yakin, cepat atau lambat saya akan menemukan sesuatu yang dapat meyakinkan saya bahwa Islam itu tidak benar. Saya ingin menemukan sesuatu yang membuktikan bahwa Islam adalah agama yang tidak masuk akal seperti apa yang saya pikirkan sebelum bertemu dengan orang Indonesia di acara barbeque. Saya merasa yakin bahwa pasti ada sesuatu yang salah dengan Islam dan saya ingin menemukannya.

Setelah menyelesaikan kuliah Bachelor of Arts (BA) pada tahun 1993, saya mengambil kuliah tambahan Graduate Diploma of Education (GDipEd) pada tahun 1994 di Fakultas Pendidikan untuk menjadi seorang guru bahasa dan sejarah. Pada saat yang sama, saya mengikuti seleksi untuk sebuah beasiswa baru dari Perkumpulan Pembantu Rektor Australia (Australian Vice-Chancellors Committee). Beasiswa ini hanya untuk satu orang dan penerimanya boleh memilih lokasi kuliah di mana saja di Indonesia.

Pada tahun 1995, saya kembali mendapatkan beasiswa untuk kuliah selama satu tahun di Indonesia dan kali ini saya memilih kuliah di Universitas Indonesia. Seperti saat kuliah di Atma Jaya, saya menghabiskan waktu bergaul dengan orang Islam dan memperhatikan apa yang mereka lakukan.

Malam hari pada bulan Februari tahun 1995, saya duduk seorang diri di lantai menonton shalat Tarawih yang ditayangkan TV langsung dari Mekkah. Saya mendengarkan komentator yang berbicara dalam bahasa Indonesia. Dia menyatakan bahwa pada tahun itu diperkirakan ada sekitar 3 juta orang di Masjidil-Haram dan wilayah sekitarnya (yang terdiri dari lapangan yang ada di luar masjid, jalan-jalan, dan bahkan lobi-lobi hotel). Semua orang itu sedang melakukan sholat bersama. Sekitar 3 juta orang melakukan gerakan yang sama, menghadap arah yang sama, mengikuti imam yang sama, berdoa dengan ucapan yang sama, dan berdoa kepada Tuhan yang sama pada saat yang sama. Saya berfikir: Mana ada hal seperti ini di negara Barat? Jumlah orang yang berkumpul untuk menyaksikan pertandingan bola yang paling hebat sekalipun di dunia ini paling-paling hanya sekitar seratus ribuan. Saya belum pernah melihat orang sebanyak itu berkumpul di satu lokasi untuk melakukan hal yang sama, pada waktu yang sama, dalam bahasa yang sama dan semuanya melakukan gerakan-gerakan secara bersamaan. Ini sungguh sebuah pandangan yang tidak ada tandingannya. Sampai sekarang, saya masih belum menemukan suatu kejadian yang serupa di dunia Barat.

Saya mulai berfikir tentang berapa banyak orang yang bisa berkumpul di satu bangunan untuk mendengarkan Paus bicara. Saya mulai bayangkan apakah mungkin semuanya bisa memahami kata-kata yang diucapkan Paus karena tidak ada bahasa yang mempersatukan orang Kristen dari manca negara. Mereka berdoa di dalam bahasanya masing-masing. Tidak ada suatu kejadian di dalam agama Kristen yang dapat menandingi apa yang saya saksikan dari Mekah.

Selama satu tahun itu saya terus mempelajari agama Islam, tidak secara formal, tetapi dengan memperhatikan apa yang saya lihat di sekitar. Kalau ada ceramah agama di TV, maka saya akan mendengarkan dan memikirkan apa yang disampaikan penceramahnya. Tidak ada yang dapat saya salahkan dari apa yang disampaikan dalam ceramah itu. Perlahan, saya mulai memahami Islam dengan lebih baik. Pada akhir tahun 1995, saya sudah merasa sulit dan lebih sulit lagi untuk menolak agama Islam. Saya terus mencari kelemahan dalam dasar ajaran Islam dari sudut pandang logika. Namun, saya tidak dapat menemukan titik kelemahan itu. Semua yang ada di dalam Islam begitu jelas dan tak pelak lagi memang didasarkan pada logika.

Akhirnya saya merasa bahwa saya tidak mempunyai pilihan. Saya tidak bisa terus menyangkal apa yang telah saya pelajari tentang Islam. Saya mengambil keputusan untuk segera masuk Islam. Akan tetapi, bagaimana dengan masa depan saya? Kuliah saya di Universitas Indonesia hampir usai. Saya harus kembali ke Australia dan mengajar di sekolah di sana. Bagaimana saya bisa mempelajari agama Islam jika tinggal di sana? Di mana saya bisa sholat? Ada berapa masjid di Brisbane? Dari mana saya bisa mendapatkan guru agama? Sepertinya saya akan sulit hidup sebagai orang Islam kalau harus tinggal di Brisbane. Semakin saya berfikir, semakin jelas kalau saya tidak memiliki pilihan kecuali terus tinggal di Indonesia. Dengan begitu, saya bisa berada diantara orang-orang Islam. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk masuk Islam dan menetap di Indonesia. Saya sudah membuat keputusan, dan selanjutnya tinggal mengurus detilnya.

Pada bulan Februari tahun 1996, saya mengucapkan syahadat dan menjadi seorang Muslim. Saya lupa kapan saat persisnya saya memberitahu orang tua bahwa saya sudah masuk Islam. Namun seingat saya, itu terjadi beberapa bulan kemudian dan saat itu saya telah sanggup melakukan sholat sendiri. Sudah pasti mereka menganggap saya telah “kehilangan akal” tetapi alhamdulillah, mereka tetap bersikap baik kepada saya dan tidak pernah menjelekkan agama Islam di depan saya. Saya tidak diusir, tidak dimusuhi dan tidak dikeluarkan dari keluarga saya. Ini sangat berbeda dengan cerita yang seringkali saya dengar di Indonesia tetang sebagian dari orang Kristen yang masuk Islam. Mereka dipukuli, diusir dari rumah dan dianggap telah keluar dari keluarganya. Keluarga saya pasti menganggap saya sudah menjadi “gila”. Tidak apa apa. Nabi Muhammad saw juga pernah dianggap “gila” oleh kaum Quraisy di Mekkah, jadi dalam konteks ini, disebut “gila” akan lebih seperti sebuah pujian.

Sejak tahun 1995, saya telah menetap di Jakarta dan bekerja sebagai seorang guru bahasa Inggris (setelah menyelesaikan kuliah di UI). Banyak orang Barat yang saya kenal di sini merasa heran mengapa saya mau menetap di negara yang miskin, kotor, penuh dengan korupsi, dan sebagainya. Orang Barat itu memiliki pandangan yang keliru; mereka tidak mengerti. Komentar negatif mereka tentang Indonesia memang benar adanya, tetapi saya juga melihat banyak masjid, orang yang rajin sholat, adzan, Al Qur'an di setiap rumah, makanan yang halal, dan juga anak muda yang tidak mau berzina, menolak aborsi, menolak alkohol dan mabuk-mabukan, menjauhi narkoba, menolak perjudian, dan banyak hal negatif lainnya yang dilarang oleh agama mereka. Oleh karena itu, semua kekurangan yang disebut-sebut oleh orang asing itu menjadi tidak bermakna dan kurang berasa. Semua kekurangan itu memang menjadi masalah dan karenanya harus diperbaiki. Namun begitu, sejumlah kecil masalah yang ada menjadi jauh tidak berarti jika dibandingkan dengan kehidupan religius yang dilakukan orang-orang Islam yang baik yang saya kenal di Jakarta. Keindahan dan kebenaran tentang Islam tidak bisa dirusak oleh tindakan buruk dari sebagian manusia yang tinggal di negara ini.

Alhamdullilah, di sini saya mendapatkan beberapa teman terbaik di dunia. Bagi saya, persahabatan dan perilaku mereka merupakan bukti nyata kebenaran Islam. Persahabatan dengan mereka adalah suatu hal yang sangat nikmat. Mereka ibarat keluarga bagi saya dan mereka juga memperhatikan saya seperti anggota keluarganya sendiri, hanya karena saya beragama Islam. Mereka selalu membantu saya untuk menjadi seorang Muslim yang baik dengan cara memberikan contoh yang baik. Alhamdulillah, di Jakarta saya juga mendapatkan beberapa guru yang sangat baik, yang insya Allah memiliki ilmu dan wawasan yang luas. Ilmu agama yang saya dapatkan dari mereka selalu menyambung dengan akal saya dan kenyataan itu merupakan bukti bagi saya bahwa Islam memang diciptakan sebagai rahmat bagi ummat manusia.

Guru utama saya sampai sekarang ini adalah Kyai Haji Masyhuri Sahid MA, yang telah membimbing dan memperhatikan saya seperti anak kandung. Selain menjadi anggota Majelis Ulama Indonesia, Kyai Masyhuri juga menjadi Pemimpin Pondok Pesantren Yatim-Piatu Daarul Qur’an yang berlokasi di Tebet, Jakarta Selatan.

Di dalam buku ini, saya ingin memberikan komentar atas apa yang saya lihat dan pelajari mengenai agama Kristen dan Islam. Banyak orang yang saya kenal di sini mengatakan bahwa saya melihat agama dari sudut pandang yang berbeda dari mereka, karena mereka semuanya terlahir sebagai Muslim dan tidak pernah mengetahui kehidupan lain di luar Islam. Tidak seperti orang-orang ini, saya harus menganalisa agama Kristen dan Islam dan membuat sebuah pilihan. Saya harus mencari logika di dalam Islam sebelum dapat menerimanya. Mungkin setelah membaca pandangan saya di dalam buku ini, beberapa orang Islam akan melihat sisi lain dari Islam yang tidak mereka pikirkan sebelumnya, dan bila itu terjadi semoga mereka akan semakin kuat dalam keimanannya. Boleh jadi, beberapa orang Kristen juga akan lebih terbuka dan menyambut Islam setelah memahami bahwa Islam adalah lanjutan dari segala sesuatu yang diajarkan oleh Yesus as.

Saya tidak tahu jika pandangan dan analisa saya ini akan memberikan pengaruh besar bagi orang lain. Itu bukanlah tujuan saya. Saya hanya ingin menjelaskan apa yang saya pahami dan berharap hal itu dapat memberikan manfaat bagi orang Islam yang lain dalam proses mempelajari Islam. Al Quran dan Nabi Muhammad saw mengemukakan bahwa umat Islam adalah sebuah keluarga besar. Namun kita tidak bertindak seperti satu keluarga. Kita bertindak individual. Terlalu banyak orang Islam menganggap bahwa pengetahuan, kekayaan, dan kekuasaan yang mereka miliki adalah untuk kepentingan mereka saja, dan karena itu mereka tidak ingin membaginya dengan orang lain. Saya tidak memiliki banyak kekayaan atau kekuasaan, namun saya ingin membagi pengetahuan yang sudah saya dapatkan dan berharap itu akan memberikan manfaat bagi orang lain.

Saya telah tinggal di Indonesia selama lebih dari 10 tahun dan telah menyaksikan yang terbaik dan yang terburuk dari perbuatan orang Islam. Kadangkala saya merasa sedih saat melihat keadaan masyarakat di sini karena perilaku sejumlah umat Islam yang tidak islamiah.

Kalau kita menganggap diri kita sebagai “penjual” dan produk yang kita “jual” itu adalah Islam, maka saya akan sangat heran kalau orang lain ingin “membeli” apa yang kita “jual”. Dengan kata lain, kita seringkali gagal dalam tugas “marketing” Islam agar agama ini lebih mudah dapat diterima oleh orang-orang yang tidak memahaminya. Kalau seandainya orang Barat ingin berdebat dengan saya tentang kebenaran Islam, maka dia cukup menunjuk tingkat korupsi yang sangat tinggi di Indonesia dan menyatakan “Bukannya hal itu membuktikan bahwa agama anda tidak bagus?” Tentu saja yang dia komentari itu adalah perbuatan manusia, dan bukan ajaran Islam. Tetapi untuk meyakinkan dia tidaklah mudah.

Dengan demikian, saya melihat bahwa sebagai umat Islam kita memiliki sebuah tanggung jawab untuk menjelaskan Islam dengan cara terbaik sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh orang yang ingin tahu tentang Islam. Cara termudah bagi kita untuk melakukan tugas itu adalah dengan menunjukkan Islam melalui perilaku kita. Jika kita dapat melakukan strategi ini, maka orang mungkin akan mulai memandang Islam dengan cara yang lebih baik karena mereka akan melihat kebenaran Islam yang dicerminkan melalui tindakan-tindakan kita. Setelah itu, kita perlu menjelaskan dengan gamblang mengapa kita meyakini Islam dan apa yang Islam ajarkan mengenai agama lain, khususnya agama Kristen sebagai agama monoteisme terdekat dengan Islam. Agar dapat melakukan tugas itu, seorang Muslim harus memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan agama Kristen sehingga sanggup berbincang dengan cara yang konsruktif. Jika kita berhasil dengan “marketing” agama kita ini, maka insya Allah jumlah musuh Islam akan berkurang dan jumlah penganut Islam akan bertambah.

Perjalanan saya dari Selandia Baru ke Australia kemudian ke Indonesia sudah tentu adalah bagian dari Rencana Allah. Saya belum tahu kenapa Allah membawa saya ke Indonesia dan memberikan saya kemudahan dalam berbahasa Indonesia. Saya tidak tahu apa yang seharusnya saya lakukan. Yang jelas, saya menyadari ilmu tentang agama Islam yang saya miliki masih sangat sedikit. Dengan begitu, apa yang saya tulis di dalam buku ini hanyalah usaha terbaik saya untuk menjelaskan bagaimana saya menganalisa agama Kristen dan Islam dan menyimpulkan bahwa Islam adalah agama yang harus diterima.

Baca Sampe Abiiiz....

Kamis, September 17, 2009

Distorsi Sejarah Islam Amerika(sisi amerika yang disembunyikan)

Sejarah resmi selama ini mengatakan bahwa Christopher Columbus-lah yang menemukan daratan luas yang kemudian disebut Amerika. Hal ini ternyata tidak benar. Karena 70 tahun sebelum Columbus menjejakkan kaki di amerika, daratan yang disangkanya India, Laksamana Muslim dari China bernama Ceng Ho (Zheng He) telah mendarat di Amerika. Bahkan berabad sebelum Ceng Ho, pelaut-pelaut Muslim dari Spanyol dan Afrika Barat telah membuat kampung-kampung di Amerika dan berasimilasi secara damai dengan penduduk lokal di sana. Penemu Amerika bukanlah Columbus. Penemu Amerika adalah Umat Islam. Mereka menikah dengan penduduk lokal, orang-orang Indian, sehingga menjadi bagian dari local-genius Amerika.

Ada sejumlah literatur yang berangkat dari fakta-fakta empirik bahwa umat Islam sudah hidup di Amerika beberapa abad sebelum Colombus datang. Salah satunya yang paling popular adalah essay Dr. Youssef Mroueh, dari Preparatory Commitee for International Festivals to celebrate the millennium of the Muslims arrival to the Americas, tahun 1996, yang berjudul “Precolumbian Muslims in America”.

Dalam essaynya, Doktor Mroueh menulis, “Sejumlah fakta menunjukkan bahwa Muslimin dari Spanyol dan Afrika Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus. Pada pertengahan abad ke-10, pada waktu pemerintahan Khalifah Umayyah, yaitu Abdurrahman III (929 – 961M), kaum Muslimin yang berasal dari Afrika berlayar ke Barat dari pelabuhan Delbra (Palos) di Spanyol, menembus “samudra yang gelap dan berkabut”. Setelah menghilang beberapa lama, mereka kembali dengan sejumlah harta dari negeri yang “tak dikenal dan aneh”. Ada kaum Muslimin yang tinggal bermukim di negeri baru itu, dan mereka inilah kaum imigram Muslimin gelombang pertama di Amerika.”

Granada, benteng pertahanan terakhir ummat Islam di Eropa jatuh pada tahun 1492. Pada pertengahan abad ke-16 terjadilah pemaksaan besar-besaran secara kejam terhadap orang-orang Yahudi dan Muslimin untuk menganut agama Katholik, yang terkenal dalam sejarah sebagai Spanish Inquisition. Pada masa itu keadaan orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam sangat menyedihkan, karena penganiayaan dari pihak Gereja Katolik Roma yang dilaksanakan oleh inkuisisi tersebut. Ada tiga macam sikap orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam dalam menghadapi inkusisi itu:

* Pertama, yang tidak mau beralih agama. Akibatnya mereka disiksa kemudian dieksekusi dengan dibakar atau dipancangkan di kayu salib.
* Kedua, beralih agama menjadi Katholik Roma. Mereka itu diawasi pula apakah memang berganti agama secara serius atau tidak. Kelompok orang Islam yang beralih agama itu disebut kelompok Morisko, sedangkan yang dari agama Yahudi disebut kelompok Marrano.
* Ketiga, melarikan diri atau hijrah menyeberang Laut Atlantik yang dahulunya dinamakan Samudra yang gelap dan berkabut. Inilah kelompok imigran gelombang kedua di negeri baru itu.

Penganiayaan itu mencapai puncaknya semasa Paus Sixtus V (1585-1590). Sekurang-kurangnya ada dua dokumen yang menyangkut inkusisi ini. Yang pertama, Raja Spanyol Carlos V mengeluarkan dekrit pada tahun 1539 melarang penduduk bermigrasi ke Amerika Latin bagi keturunan Muslimin yang dihukum bakar dan dieksekusi di kayu sula itu. Yang kedua dekrit itu diratifikasi pada 1543, dan disertai perintah pengusiran Muslimin keluar dari jajahan Spanyol di seberang laut Atlantik. Ini adalah bukti historis adanya imigran Muslimin gelombang kedua sebelum tahun 1543 (dekrit kedua). Ada banyak literatur yang membuktikan adanya kehadiran Muslimin gelombang pertama ke Amerika jauh sebelum zaman Columbus. Bukti-bukti itu antara lain:

* Loe Weiner, pakar sejarah dari Harvard University, dalam bukunya “Africa and the Discovery of America” (1920) menulis bahwa Columbus telah mengetahui kehadiran orang-orang Islam yang tersebar seluas Karibia, Amerika Tengah dan Utara, termasuk Canada. Mereka berdagang dan telah melakukan asimilasi perkawinan dengan orang-orang Indian dari suku Iroquois dan Algonquin.
* Columbus dan para penjelajah Spanyol serta Portugis mampu melayari menyeberang Samudra Atlantik dalam jarak sekitar 2400 km, adalah karena bantuan informasi geografis dan navigasi dari peta yang dibuat oleh pedagang-pedagang Muslimin, termasuk informasi dari buku tulisan Abul Hassan Al-Masudi yang berjudul Akhbar az-Zaman. Tidak banyak diketahui orang, bahwa Columbus dibantu oleh dua orang nakhoda Muslim pada waktu ekspedisi pertamanya menyeberang transatlantik. Kedua kapten Muslim itu adalah dua bersaudara Martin Alonso Pinzon yang menakodai kapal Pinta, dan Vicente Yanez Pinzon yang menakodai kapal Nina. Keduanya adalah hartawan yang mahir dalam seluk-beluk perkapalan, membantu Columbus dalam organisasi ekspedisi itu, dan mempersiapkan perlengkapan kapal bendera Santa Maria. Bersaudara Pinzon ini masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Abuzayan Muhammad III (1362-66), Sultan Maroko dari dinasti Marinid (1196-1465). (Thacher, John Boyd: Christopher Columbus, New York 1950).
* Para antropologis telah menemukan prasasti dalam bahasa Arab di lembah Mississipi dan Arizona. Dari prasasti itu diperoleh keterangan bahwa imigran itu membawa juga gajah dari Afrika. (Winters, Clyde Ahmad: Islam in Early North and South America, Al-Ittihad, July 1977, p.60)
* Columbus menulis bahwa pada hari Senin, 21 Oktober 1492, sementara ia berlayar dekat Gibara pada bagian tenggara pantai Cuba, Columbus menyaksikan masjid di atas puncak bukit yang indah. Reruntuhan beberapa masjid dan menaranya serta tulisan ayat Al Quran telah didapatkan di berbagai tempat seperti Cuba, Mexico, Texas, dan Nevada. (Thacher, John Boyd: Christopher Columbus, New York 1950)

Baca Sampe Abiiiz....

Rabu, September 09, 2009

Kapankah kiamat datang

Bismillahirrahmaanirrahiim..
Kapankah datang hari kiamat ??
Tidak seorang pun di dunia ini mengetahui kapan terjadinya hari kiamat. Seluruh umat manusia di muka bumi ini mengkhawatirkan dan takut akan hari yang penuh dengan huru-hara ini. Ketakutan manusia ini dikarenakan hari kiamat merupakan akhir kehidupan mereka di dunia ini, atau dengan kata lain "habislah kesenangan hidup mereka di dunia".Sebagian orang berpendapat atau mengira-ngira terjadinya kiamat dalam waktu dekat ini, atau menebak terjadinya kiamat bertepatan dengan moment tertentu, seperti kiamat terjadi tanggal 9 bulan 9 tahun 1999 atau tanggal 12 bulan 12 tahun 2012 atau mungkin tanggal 2 bulan 2 tahun 2222. Apakah itu benar?
Tentu saja tidak. Hari kiamat hanya Tuhan lah yang tahu. Tapi, sebagai umat Islam, kita dapat memperkirakan terjadinya kiamat. Banyak tanda-tanda akan datang kiamat di jelaskan dalam Hadits Rasullullah, baik tanda-tanda yang besar maupun yang kecil. Sepengetahuan saya tanda-tanda kiamat kecil sudah banyak bermunculan, antara lain : jumlah wanita sudah lebih banyak dibanding Pria, wanita banyak yang mempertontonkan auratnya (lihat film-film DVD yang banyak memperlihatkan adegan seks), dunia sudah dilipat (tak ada batasan ruang dan waktu:::misalnya komunikasi kita lewat internet mendekatkan kita walaupun letak kita di ujung timur dan barat dari belahan bumi). Trus, kapan kiamatnya? Dari berbagai sumber referensi yang pernah saya baca baik dari buku maupun dari Hadits rasulullah, kiamat belum akan terjadi
sebelum: datangnya Dajjal , turunnya Nabi Isa A.s, bangsa yahudi habis di serang oleh pasukan muslim, dan banyak lagi yang lainnya. Kiamat akan benar-benar terjadi apabila di muka bumi ini sudah penuh dengan kemaksiatan, sehingga tak satupun manusia di muka bumi ini mengucapkan kata "Allah". Lalu kita sebaiknya gimana Donk? Sebagai orang yang bijak, kita seyogyanyalah
mempersiapkan bekal kita untuk akhirat nanti, memang kiamat belum akan terjadi dalam waktu dekat ini, akan tetapi kematian...bisa terjadi kapan saja khan...Beruntung orang-orang yang beragama Islam, karena selain Islam tempatnya adalah kekal di neraka. Saya berserah diri kepada Allah, hanya Allah tempat kita kembali dan hanya Allah yang maha mengetahui.
Semoga tulisan ini bermanfaat, Amiin.

Baca Sampe Abiiiz....

Selasa, September 08, 2009

Bersihkan Hartamu

Sudahkah Anda berzakat?=>jwb::sudah, tiap mau lebaran 2,5 kilo beras. |||apakah zakat tersebut satu-satunya kewajiban zakat bagi kita?Wahai kawan-kawan, telitilah...setiap uang yang kita dapatkan baik dari Gaji, honor, hadiah, upah, pesangon, dan lain-lain, semua ada zakatnya...kalau tidak kita zakatkan sebagian dari harta tersebut, kita memakan harta yang haram...."Dalam hartamu, ada bagian untuk orang fakir miskin"(Al hadits)........Misal nya Jika kita berdagang dan mendapatkan untung bersih sebanyak Rp.10.000 maka zakat yg harus kita keluarkan sebanyak Rp. 200,-..contoh lain apabila kita menerima gaji sebanyak Rp, 1.750.200,- maka zakat yang harus kita keluarkan sebanyak Rp. 35.000,-
Pembayaran zakat ini bisa dibayarkan per tahun sekaligus dengan menghitung pendapatan bersih kita selama setahun, bisa juga di bayarkan langsung seketika kita mendapatkan uang /harta tersebut.
Semoga teman-teman dapat menunaikan zakat demi kesempurnaan ubuddiyah dan agama...dan semoga ibadahnya diterima oleh Allah SWT

Baca Sampe Abiiiz....